Ulasan Komik: Tiap Detik

7

Alur cerita – Latar belakang

Alur cerita dapat dikatakan sangat-sangat standar atau mendekati klise. Jika Anda sering membaca komik-komik komedi romantis ataupun pernah memainkan novel visual dengan aliran sejenis, Anda akan sering menemukan adegan-adegan yang muncul pada cerita komik maupun novel tersebut. Mulai dari “takdir pertemuan” para tokoh, kesalahpahaman-kesalahpahaman yang terjadi, hingga konflik dan resolusi yang mengancam hubungan kebersamaan tokohnya. Keklisean ini dapat membawa dampak love it-hate it yang berarti pembaca dapat mencintai komik ini akibat “resep” yang terbukti manjur di masyarakat ataupun muak karena diberikan hal yang sama berulang-ulang kali.

Jika dibawa “sedikit” ke ranah yang lebih kritis, beberapa konflik ditampilkan terlalu berlebihan di luar logika cerita untuk menghasilkan efek dramatis. Salah satu dari konflik tersebut adalah Erina yang terlalu naif menunggu Teo hingga sebelas jam bahkan di bawah guyuran hujan, seakan-akan tanpa usaha untuk mencari atau menghubunginya. Sahabat sang tokoh utama (yang entah datang dan tahu dari mana bahwa sang tokoh utama telah dikhianati) pun hanya menawarkan payung sebagai solusi permasalahannya. Perasaan kesal/benci/amarah yang seharusnya timbul akibat kejadian tersebut, fatalnya, langsung hilang dengan menampar dan meninju tokoh tersebut (dalam tone komikal) dan seketika Erina berubah menjadi dere-dere, berbeda 180 derajat dengan gelar ratu es yang disandingnya. Latar belakang mengapa Erina rela berkorban menunggu berlama-lama bagi saya belum cukup mampu menjadi sebuah raison d’ être kejadian tersebut. Kok bisa semudah itu sikap dere-dere-nya keluar padahal normalnya “tidak semudah itu” menaklukkan perasaan seorang wanita?

Humor

Membaca komik ini memberikan standar tinggi dan menciptakan rasa empati bagi para pengarang, komikus, pembuat naskah cerita-cerita komedi, maupun para komedian. Hal ini karena membuat sebuah komedi yang lucu bagi masyarakat umum adalah hal yang sangat berat. Faktor yang mempengaruhi tingkat kelucuan akan sebuah hal tidaklah sedikit, mulai dari waktu, pendidikan, hingga ideologi seseorang.

Tiap Detik tidak terlepas dari tantangan ini. Beberapa humor yang ada dapat ditampilkan dengan baik dan membuat saya tertawa, tetapi tidak sedikit juga humor yang membuat termenung dan berpikir “Garing banget beud, ini di mana lucunya?”. Penggunaan kalimat “sertifikasi oleh…” mengingatkan saya pada akan suatu produk yang pernah diiklankan di televisi. Hal ini memang terasa lucu pada awalnya, tetapi penggunaan yang terlalu sering membuat humor ini menjadi hambar. Beberapa humor yang diberikan juga terkesan out of place terutama humor breaking the fourth wall. Model humor semacam ini tidaklah salah, tetapi komikus harus membuat premis semenjak awal bahwa penceritaan atau setidaknya humor seperti itu adalah hal yang umum digunakan oleh komikus.

Predikat humor terbaik dapat disematkan kepada bagian “spesial” dari komik ini yang diakui merupakan humor terlucu di komik ini yang menceritakan ketidak-”nyambung”-an dari berbagai hal.

TipografiTD sacrastic2

Penulisan teks juga menjadi hal yang mengganjal dari komik ini. Gaya penggunaan bahasa gado-gado Indonesia-Inggris masih bisa diterima sebagai implikasi penggunaan bahasa gaul di masyarakat. Namun, istilah yang sudah “di-indonesia-kan” seringkali masih menggunakan pengejaan Inggris, semacam “sarkastik” masih menggunakan penulisan “sarcastic” dan fatalnya tertulis “sacrastic”. Kesalahan-kesalahan penulisan semacam ini sering terjadi dan tentunya di luar penggunaan istilah Inggris yang sudah memiliki padanan dalam bahasa Indonesia.

Penutup

Jika Anda merupakan penggila cerita “kelas berat” ataupun pembaca yang kritis, volume pertama dari komik Tiap Detik ini dapat saya katakan belum dapat memuaskan Anda, walaupun penulis pribadi merasa cukup terhibur dengan cerita yang dibawakan oleh komik Tiap Detik (dan merasa tertarik dengan ke-moe-an Erina). Namun bagi Anda yang merupakan pembaca kasual dan tidak terlalu memedulikan detail, komik ini dapat dinikmati karena ceritanya yang ringan.

KAORI Newsline | Diulas oleh Adi Wibowo Wendar | diedit dan di-accord oleh Kevin W

7 KOMENTAR

  1. dan saya mau nambahin. ada adegan dimana disitu ada tokoh ketua kelas, dimana salah satu temannya (1 sekolah, bahkan 1 kelas) memanggil dengan sebutan “ketua kelas” berkali-kali. at first i was: “helooo…. apa kamu ga tau nama teman sekelasmu? dan cuma manggil dia “ketua kelas” terus? apa iya di indonesia kaya gitu pergaulan sekolahnya? kalo jepang sih masih mungkin manggil “ketua kelas” atau “iinchou”…

    • gw gak tau sih kalau di tempat kalian, kalau di kami sih, manggil ketua kelas dengan sebutan “ketua kelas” bukan hal yang baru…..

      “woi, ketua kelas mana blablabla, ketua kelas gimana lbalbalb… :v
      tapi biasanya make ketua kelas buat yang ada hubungannya sama kegiatan sekolah aja kebanyakannya…. jarang diluar itu, walau ada juga….

      • yaa.. emang kalo gitu masih bisa ditolerir.. tapi dalam komik ini panggilan “ketua kelas” dilakukan di kafe… ya, kafe.. dan meraka ga lagi ngobrol soal kegiatan sekolah..

  2. dulu sempet mau beli komik ini, tp gajadi karena ngeliat dari sampul depannya yang kebanyakan cewe + style character nya yang rada childish (ex: ada twintail nya dan rada loli). jujur ga begitu suka sama kebanyakan character cewek (harem), apalagi bentuk character nya yg childish. kalo semisal style character nya kaya “me vs big slacker baby” mungkin bakal gue beli tuh.

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses