Industri “film Jepang” kembali jadi bahan perbincangan setelah dedengkot studio Celeb no Tomo, yang dikenal dengan nama Hakusuiriki, menyebut kondisi bisnis saat ini sebagai yang terburuk dalam sejarah. Dalam obrolannya dengan sesama sejumlah pimpinan studio, ia bahkan memperkirakan jumlah studio bisa menyusut hingga setengah dalam sepuluh tahun ke depan, sementara output film akan jatuh drastis. Pandangan ini memperkuat suara-suara pesimis lain di industri “film Jepang” yang mengeluhkan minimnya pekerjaan hingga gelombang pensiun aktris ternama.
Pembajakan Jadi Momok Utama
Menurut Hakusuiriki, salah satu masalah terbesar yang merusak industri “film Jepang” adalah maraknya pembajakan. Situs ilegal yang menawarkan akses gratis membuat orang enggan membeli karya resmi. Meski ada upaya penutupan situs besar, situs bajakan baru segera bermunculan, seakan tak pernah bisa benar-benar dihentikan. Kondisi ini memperlihatkan betapa beratnya industri “film Jepang” bersaing dengan akses ilegal yang semakin mudah didapat.
Akses Resmi Masih Jadi Kendala
Selain masalah pembajakan, akses terbatas bagi penggemar internasional juga memperparah situasi industri “film Jepang”. Banyak penonton luar Jepang kesulitan membeli konten legal karena hambatan pembayaran, region-lock, hingga kendala bahasa. Hakusuiriki bahkan menyoroti faktor demografi Jepang yang menurun, membuat jumlah penonton lokal juga semakin berkurang. Dengan keterbatasan tersebut, pertumbuhan pasar industri “film Jepang” jadi semakin stagnan.
Butuh Perubahan Besar
Beberapa pengamat menyebut bahwa untuk menyelamatkan industri “film Jepang”, perlu ada inovasi baru, baik dari format film maupun cara distribusi. Model berlangganan ala Netflix disebut bisa menjadi jalan keluar, selain memperbanyak konten yang segar dan berani bereksperimen seperti era keemasan dulu. Namun tanpa perubahan nyata, kekhawatiran bahwa industri “film Jepang” benar-benar akan meredup bukan lagi sekadar wacana.
KAORI Newsline | Sumber





