Hiroshi Fujioka, aktor legendaris yang memerankan Takeshi Hongo alias Kamen Rider #1, tumbuh di lingkungan penuh nilai tradisi. Ibunya mengajar seni teh, merangkai bunga, dan bermain koto, sementara ayahnya, seorang polisi sekaligus pemain shakuhachi, menanamkan keterampilan bela diri untuk membentuk ketangguhan mental. Fondasi inilah yang kelak membantunya memerankan sang pahlawan super tanpa bantuan stuntman, sekaligus meraih puluhan tingkatan dalam berbagai seni bela diri.
Pesan dari Era Showa
Fujioka mengenang masa mudanya di era Showa, ketika semangat “hidup dan bertahan” terdengar di berbagai bidang, mulai dari film, olahraga, hingga musik. Nilai inilah yang menurutnya tertanam kuat dalam Kamen Rider—seorang pahlawan yang berjuang sendirian melawan organisasi jahat demi mencegah penderitaan orang lain. Ia menegaskan bahwa meski ikatan keluarga dan komunitas mulai memudar, generasinya memiliki tanggung jawab untuk mewariskan pengetahuan dan kekuatan hidup pada generasi penerus Jepang.
Dampak pada Generasi Berikutnya
Fujioka merasa bangga melihat anak-anak yang tumbuh bersama Kamen Rider kini menjadi bagian penting masyarakat—dari dokter hingga eksekutif perusahaan. Bagi Fujioka, itu bukti nyata bahwa pesan moral dari Kamen Rider masih relevan dan berkontribusi pada pembentukan karakter bangsa. Ia sendiri mengaku mewarisi semangat ksatria dari ayahnya, yang ia bawa dalam berbagai kegiatan kemanusiaan untuk membantu korban perang, kelaparan, dan bencana alam.
Semangat yang Tak Pernah Padam
Meski usia terus bertambah, Fujioka menolak membiarkan hal itu menghalangi mimpi dan energinya. Baginya, mengejar cita-cita “yang tak pantas untuk usia” justru menjadi sumber kekuatan. Filosofi hidup ini, bersama pesan dari Kamen Rider, ia wariskan kepada keempat anaknya, sebagai bekal untuk terus membantu dan menginspirasi orang lain hingga akhir hayatnya.
KAORI Newsline | Sumber











