Comic Paradise? Acara yang juga disebut Comipara ini tidak terasa sudah lima kali diselenggarakan. Kali ini, Comipara diselenggarakan pada 18-19 Oktober 2025, menggunakan 3 hall Jogja Expo Center (JEC) seluruhnya.
Ada berbagai macam jenis acara yang menghadirkan kreator atau circle sebagai salah satu pengisi acaranya. Masing-masing acara datang dengan berbagai konsepnya sendiri. Tetapi Comipara mencoba menjadi “jalan tengah”, the third way. Comipara menjadi acara yang mengutamakan kreator, sangat mengutamakan komikus, namun juga berusaha membuat acaranya populer dan dikunjungi banyak orang. Penggemar anime (otaku atau wibu) juga menjadi target pengunjung Comipara. Tak hanya itu, Comipara juga acara yang family friendly dan menjunjung tinggi kreator dalam segala lini prosesnya.
Seperti apa Comipara dikonsep, dieksekusi, dan akan dikembangkan ke depannya? KAORI berdiskusi dengan Fanny Aleutia, salah satu inisiator sekaligus ketua panitia Comic Paradise.
Teks wawancara telah diedit dan disempurnakan dengan tidak mengurangi makna aslinya.
KAORI: Selamat atas penyelenggaraan Comic Paradise yang kelima. Kami ingin mengetahui lebih jauh latar belakang pembuatan acara ini.
Fanny: Comipara berawal dari ide kami sebagai kreator. Waktu itu, tidak ada acara yang benar-benar mengakomodasi kreator, khususnya kreator komik. Saya sendiri juga seorang kreator komik. Kami sudah berkarya, mengalami era komik Indonesia, sejak sekitar 2010-an. Waktu itu ya kondisinya “gersang”. Saya dan partner saya, kami bertiga, ingin sebuah acara yang benar-benar mewadahi para kreator. Kami ingin ada sebuah acara di mana kami ingin kreator itu bisa dipuaskan.
Kemudian ada koneksi, akhirnya ketemu bertiga, kami pun membuat Comipara yang pertama. Dari dulu acaranya masih sepertiga JEC sampai sekarang satu JEC dipakai semua.
Apa tujuan membuat Comipara?
Comipara menjadi sebuah acara yang fokusnya untuk kreator. Saat Comipara dibuat, ternyata para kreator ini menyambut baik. Kami ingin menyemangati, di sekitar Yogyakarta ini banyak kreator komik lokal. Kami ini ingin kreator komik original lokal bisa di-notice. Para kreator komik lokal punya hasrat yang sama, ingin karyanya di-highlight, ingin di-notice, tapi tidak punya wadah untuk hal ini. Channel-nya masih kurang.
Selain supaya karya teman-teman komikus original ini bisa dipamerkan, kami ingin menunjukkan bahwa hasil karya mereka ini tidak kalah bagus lho dari komik Jepang dan Amerika.
Kami berangkat dari satu tujuan, yaitu memuaskan kreator. Itu dahulu.

Ada beberapa acara pasar komik. Di spektrum luar, ada Comifuro (Comic Frontier) yang konsepnya semua yang buat karya bisa jualan. Di sisi lain, ada Peskom (Pesta Komik, dulunya Pakoban). Seperti apa posisi acara Comipara?
Saat kami membuat Comipara 1, tujuan kami waktu itu tidak ingin komik Indonesia mati. Kami ingin ada regenerasi komikus muda. Komik Indonesia itu harus bisa menarik anak-anak muda.
Nah, anak muda sekarang, suka jejepangan, wibu, ini kan bukan berarti mereka tidak suka bikin komik. Dulu saya sendiri pun suka anime, manga. Kemudian saya mulai serius membuat komik original. Mereka, yang otaku atau wibu ini, ya pada akhirnya kan mungkin akan ada beberapa yang berkarya juga. Kemudian berlanjut menjadi kreator serius.
Supaya acaranya lebih menarik, kami juga coba padukan, ada performance panggung. Jadi tempat yang nyaman juga buat komunitas untuk ngumpul.
Kami melihat bahwa kesan Comipara ini cukup positif. Dari pertama kami datang, kami mendapatkan kesan yang sangat baik. Apa rahasianya Comipara bisa melakukan apa yang acara pasar komik lain tidak bisa?
Memiliki kepedulian akan hal yang kecil itu penting sekali. Partner saya, dia sangat peduli hal-hal yang kecil. Karena hal yang kecil-kecil itu sangat mempengaruhi kepuasan pengunjung dan kreator.
Apa hubungan Comipara dengan Mangafest?
Wah, bagaimana dulu ini maksudnya?
Maksud kami, Comipara ini menjadi sebuah acara besar. KAORI memiliki legacy kenal dan mengikuti perkembangan Mangafest. Kami sangat tertarik melihat perkembangan Comipara sebagai salah satu event terbesar di area Yogyakarta dan Jawa Tengah setelah Mangafest kini tiada.
Keberadaan acara jejepangan itu memang salah satu hal yang penting. Dulu, kami lihat, acara seperti Mangafest itu, salah satu sarana untuk menghubungkan penggemar dan kreator. Tapi memang setelah itu, fokusnya Mangafest agak bergeser. Agak shifted (sic). Karena perasaan itu, ya sudah kita buat acara sendiri saja. Setahun dua kali.
Di sini, panitianya juga rata-rata banyak anak mahasiswa. Tapi kita buat lebih baik, lebih proper, untuk pengunjung dan kreator. Jadi tempat ngumpul-nya orang-orang. Kita gandeng komunitas juga. Kita buat banyak booth komunitas. Kita bikin ya yang community based begitu.
Lalu, mengapa pelayanannya begitu baik di hari-H? Maksudnya, saya melihat bagaimana pengunjung disabilitas diarahkan dengan baik, antrean tiketnya terasa tertib, bagaimana para staf ketika memberikan petunjuk, bahkan gesture-nya lebih baik, tangannya diangkat?
Sebenarnya tidak ada yang terlalu spesial, sih. Sebagian besar panitia lapangan itu baru benar-benar bekerja di hari-H acara. Ada panitia inti yang mengkonsepkan acara, yang persiapan. Lalu ada rapat antar divisi beberapa hari sebelum hari-H.
Di sini, karena kita sama-sama tim, jadi ya kita menekankan, selalu belajar dari kesalahan sebelumnya. Kepada volunteer, selain menjalankan tugas dengan baik, mereka boleh have fun kok. Semua harus have fun dan menikmati acaranya.
Jadi kalau ditanya apa rahasianya, ya kita bingung juga. Tim inti ya kita menyampaikan dan memastikan detail-detailnya. Kemudian teman-teman volunteer ya menjalankan, melayani, berikan penjelasan sejelas-jelasnya, seperti apa informasi yang bisa membantu. Itu kalau teman-teman di lapangan, harus penuh dengan inisiatif.
Bersambung ke halaman selanjutnya:











