Isu pelecehan seksual kembali mengguncang industri penyiaran di Jepang setelah sebuah laporan investigasi mengungkap praktik tak pantas yang melibatkan tokoh-tokoh besar di dunia hiburan. Salah satu kasus paling mencolok adalah dugaan pelecehan yang dilakukan oleh selebriti Masahiro Nakai terhadap seorang penyiar perempuan dari Fuji TV.
Cerita yang Tak Lagi Mengejutkan
Meski disebut “mengejutkan” oleh sebagian media, banyak perempuan yang pernah terjun ke dunia penyiaran di Jepang justru merasa laporan ini seperti mengulang pengalaman pribadi mereka. Salah satunya adalah seorang mantan penyiar yang menceritakan bagaimana ia dipaksa duduk di sebelah tokoh terkenal saat pesta pasca acara dan menerima perlakuan tidak pantas.
Ketakutan dan Konsekuensi Karier
Bukan hanya rasa tidak nyaman, perempuan-perempuan ini juga menghadapi ancaman karier. Setelah menolak ajakan pribadi dari selebriti tersebut, seorang penyiar justru mendapati namanya dihapus dari daftar pembawa acara yang sedang direncanakan. Hal ini mempertegas bagaimana perempuan dalam penyiaran di Jepang kerap berada di bawah tekanan tak seimbang.
Budaya Diam dan Ketimpangan Kekuasaan
Laporan dari tim investigasi independen menyebutkan bahwa struktur kekuasaan dalam penyiaran di Jepang menciptakan ketimpangan yang membuat perempuan rentan. Para penyiar wanita harus bergantung pada produser atau pihak manajemen untuk bisa tampil di layar kaca, sementara banyak dari mereka hanya dianggap sebagai pemanis visual.
Seruan untuk Perubahan Sistemik
Yasuhiro Kato, mantan kepala departemen penyiar di Mainichi Broadcasting System, menyerukan perubahan besar terhadap cara industri dan masyarakat menilai profesionalitas perempuan di layar kaca. Ia mendorong agar penilaian lebih difokuskan pada kemampuan, bukan hanya penampilan.
KAORI Newsline | Sumber











