Lanjutan dari halaman sebelumnya.

Hobi Bang Ken Dalam Mengoleksi Figur: Dari Dragon Ball hingga Wayang Golek

Bang Ken menceritakan bahwa hobi mengoleksinya sudah dimulai sejak lama. Figur pertama yang ia miliki adalah karakter Son Goku kecil dan Master Roshi (Kame Sennin) dari serial Dragon Ball. Seiring berjalannya waktu, koleksinya berkembang, namun ia tetap selektif.

Perjalanan hobi Bang Ken sebenarnya terus berevolusi seiring fase kehidupannya. Saat masih sekolah, ia sempat menggandrungi Tamiya, dengan mobil andalan Cannonball milik Punkuro dari serial Dash! Yonkuro yang sangat populer kala itu. Ia juga sempat menekuni hobi merakit Gundam atau Gunpla. Namun, seiring dengan kesibukannya yang semakin padat, ia harus bersikap realistis.

Bang Ken dengan koleksi figurnya
Bang Ken dengan koleksi figurnya

Merakit Gundam membutuhkan waktu dan fokus yang tinggi, sesuatu yang kini sulit ia alokasikan. Oleh karena itu, ia memutuskan beralih mengoleksi figur karakter yang sudah jadi. Perubahan ini menunjukkan bahwa meskipun caranya menikmati hobi menyesuaikan dengan keterbatasan waktu, esensi kecintaannya pada budaya pop tidak pernah luntur.

“Saya tidak mengoleksi sembarang figur. Jadi saya menghindari karakter yang terlalu vulgar atau karakter kartun komedi seperti Crayon Shinchan. Saya lebih menyukai karakter action, superhero, atau robot yang mencerminkan kekuatan dan perjuangan. Melihat koleksi ini menjadi terapi tersendiri bagi saya. Di tengah kesibukan dan kelelahan bekerja, meluangkan waktu ke toko mainan di akhir pekan dan melihat figur-figur ini bisa mengembalikan energi saya,” tuturnya.

Menariknya, kecintaan Bang Ken tidak terbatas pada budaya pop mancanegara. Ia juga mengoleksi wayang golek lokal. Ia memiliki figur Gatotkaca dan Kresna yang dipesan secara khusus (custom order).

“Saya juga suka pahlawan lokal. Kita punya Gundala, Panji Manusia Millenium, dan tokoh pewayangan seperti Gatotkaca atau Bima. Nilai kepahlawanan mereka tidak kalah dengan karakter luar. Dulu saya juga mengoleksi komik ketika masih ada karakter Tumaritis seperti Cepot dan Petruk. Sayangnya, sekarang agak sulit dicari,” kenangnya.

Djakarta Ennichi: Visi Negara Hadir untuk Komunitas

Wawancara kemudian masuk ke pembahasan yang lebih substansial mengenai peran barunya sebagai Ketua Umum Djakarta Ennichi. Bang Ken menjelaskan bahwa keterlibatannya bukan sekadar formalitas, melainkan wujud nyata dari aspirasinya untuk memberikan wadah bagi komunitas kreatif yang selama ini terpinggirkan.

Kami bertanya tentang keterlibatan Bang Ken dengan Djakarta Ennichi
Kami bertanya tentang keterlibatan Bang Ken dengan Djakarta Ennichi

Ia menyoroti masalah biaya yang sering menjadi kendala bagi penyelenggaraan acara budaya pop Jepang di Indonesia. Selama ini, banyak acara dikelola murni oleh swasta sehingga harga tiket menjadi mahal dan tidak terjangkau bagi sebagian anak muda.

“Anak muda adalah demografi mayoritas saat ini. Jika mereka tidak diberikan ruang ekspresi yang positif, dikhawatirkan energi mereka tersalurkan ke hal negatif seperti narkoba atau tawuran. Negara harus hadir di sini. Visi saya di Djakarta Ennichi adalah kolaborasi. Pemerintah memberikan dukungan regulasi, fasilitas tempat, atau anggaran, sehingga acara bisa dinikmati dengan biaya murah atau bahkan gratis,” paparnya.

Bang Ken ingin menciptakan ekosistem di mana supply dan demand dalam ekonomi kreatif dapat bertemu. “Yang suka menggambar manga, kita fasilitasi agar karyanya bisa dijual. Yang suka cosplay, kita beri panggung. Pemerintah berperan sebagai jembatan,” tambahnya.

Bang Ken Mencoba Menghapus Stigma dan Menjadi Pejabat yang Autentik

Salah satu poin menarik dari sosok Bang Ken adalah keberaniannya untuk tampil autentik di ruang publik. Ia tidak ragu mengenakan jaket bermotif haori ala karakter anime atau membawa pernak-pernik hobinya dalam kegiatan sehari-hari. Ia menyadari bahwa hal ini mungkin memancing komentar miring, namun ia memilih untuk tidak mempedulikannya.

“Saya ingin menunjukkan bahwa saya seorang penggemar budaya ini dan saya tidak malu. Mungkin ada yang bilang, ‘Anggota dewan kok gayanya seperti anak kecil?’. Biarkan saja. Saya lebih memilih tampil orisinal daripada berpura-pura,” tegasnya.

Sikap ini diambilnya sebagai strategi komunikasi untuk mendekatkan diri dengan generasi muda. Ia ingin menghapus jarak antara pejabat publik dan konstituen milenial serta Gen Z. Dengan memiliki kesamaan minat, ia berharap dapat lebih mudah menyerap aspirasi mereka.

Bang Ken menceritakan keberaniannya untuk tampil autentik di ruang publik
Bang Ken menceritakan keberaniannya untuk tampil autentik di ruang publik

“Jika saya datang dengan gaya birokratis yang kaku, mungkin anak-anak muda ini akan segan. Namun, karena mereka tahu saya ‘satu frekuensi’, komunikasi jadi lebih cair. Mereka bisa melihat bahwa ada perwakilan mereka di pemerintahan yang mengerti dunia mereka. Ini bukan sekadar pencitraan, tapi upaya untuk memastikan aspirasi komunitas kreatif ini didengar dalam perumusan kebijakan,” jelas Bang Ken.

Baca juga: Nostalgia 10 tahun: Staf KAORI Mengenang Kembali Ennichisai 2010-2019

Ia juga bercanda soal keinginannya untuk menormalkan hobi ini di ruang publik tanpa rasa canggung. “Bayangkan kalau saya pakai jaket Tanjiro saat bertugas. Bukan buat gaya-gayaan, tapi biar teman-teman komunitas merasa, ‘Wah, kita punya teman ngobrol nih’. Jadi lebih asik dan nggak tegang,” ujarnya sambil tertawa.

Pandangan tentang Cosplay dan Pengalaman Pribadi

Mengenai fenomena cosplay, Bang Ken mengaku masih terus belajar memahami spektrum luas dari hobi ini. Awalnya, ia hanya memahami cosplay sebatas mengenakan kostum karakter. Namun, ia pernah mengalami kejadian unik yang membuka matanya tentang totalitas para cosplayer.

“Saya pernah melihat karakter yang sangat cantik, saya pikir perempuan. Ternyata ketika berbicara, suaranya laki-laki. Itu sempat membuat saya kaget, namun di sisi lain saya sangat menghargai totalitas mereka. Itu adalah seni peran dan transformasi yang luar biasa,” ceritanya.

Bang Ken sendiri mengaku ingin mencoba cosplay sebagai karakter Kyojuro Rengoku dan Guan Yu sebagai salah satu karakter favoritnya, Ia juga berkata kalau kostum dari Kyojuro Rengoku itu mempunyai desain yang keren, dia mau coba belajar bagaimana cosplayer itu berkegiatan hanya saja masih belum terwujud. Tetapi ketika ditanya apakah ada Cosplay dari serial anime atau komik Amerika yang ingin ia liat di Djakarta Ennichi? ia menyebut nama Deadpool dari serial Marvel.

“Saya suka Karakter ini unik. Ia lucu, ‘nakal’, tapi juga memiliki sisi tragis dan aksi yang hebat. Deadpool merepresentasikan kompleksitas emosi manusia yang lengkap; ada sedihnya, ada bercandanya, ada seriusnya. Berbeda dengan Batman yang terlalu serius, Deadpool lebih cair,” ungkapnya.

Ia juga membuka peluang bagi komunitas lain seperti wotagei (seni menari dengan lightstick) untuk tampil dalam acara-acara besar Jakarta, seperti parade ulang tahun kota, meniru keberhasilan acara serupa di kota lain seperti Bandung. “Saya tidak menutup ruang diskusi. Saya ingin semua spektrum hobi ini terakomodasi,” tambahnya.

Pesan Persatuan dan Istilah “Wibu” vs “Otaku”

Dalam perbincangan tersebut, Bang Ken juga sempat membahas istilah-istilah dalam komunitas. Ia mengaku baru mengetahui perbedaan antara istilah “Wibu” dan “Otaku” dalam percakapan tersebut.

“Saya orangnya fair dan apa adanya. Kalau saya tidak tahu istilahnya, saya bilang tidak tahu. Tadi saya baru dijelaskan bedanya Wibu dan Otaku. Bagi saya itu tidak masalah, yang penting adalah representasinya. Saya ingin menunjukkan bahwa penggemar budaya ini punya tempat di pemerintahan,” ujarnya.

Menutup wawancara, Bang Ken menyampaikan pesan persatuan bagi seluruh komunitas penggemar anime, manga, dan game di Indonesia. Ia mengajak agar tidak ada lagi ego sektoral atau perdebatan yang memecah belah komunitas.

“Pesan saya untuk teman-teman komunitas: Ekspresikan diri kalian. Jangan malu menjadi diri sendiri. Kalian bukan kaum minoritas yang harus sembunyi, kalian adalah kekuatan kreatif yang besar. Sekarang sudah ada wadahnya, pemerintah mulai melirik dan mendukung. Ayo bergandengan tangan, kita buktikan bahwa komunitas ini bisa berkarya, santun, dan berprestasi. Tunjukkan pada orang lain bukan dengan balasan kasar, tapi dengan karya nyata,” ujarnya.

Wawancara panjang ini memberikan gambaran utuh mengenai sosok Hardiyanto Kenneth. Di satu sisi, ia adalah pejabat publik yang memikirkan kebijakan dan anggaran. Di sisi lain, ia adalah penggemar budaya pop yang menemukan kenyamanan dan inspirasi dari dunia fiksi. Untuk informasi mengenai Djakarta Ennichi, kalian bisa mengunjungi akun media sosialnya di tautan ini. Untuk media sosial dari Bang Ken, kalian bisa mengunjungi tautan ini. Melalui Djakarta Ennichi, ia berusaha menyatukan kedua dunia tersebut, membawa semangat kepahlawanan fiksi ke dalam realitas pelayanan publik untuk mendukung kreativitas generasi muda Jakarta.

KAORI Newsline | Oleh Reza

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses