Pemerintah Indonesia mengambil langkah tegas terkait program magang teknis di Jepang yang melibatkan banyak orang Indonesia di Jepang. Menteri Perlindungan Pekerja Migran, Abdul Kadir Karding, menegaskan bahwa meskipun program internship di Jepang ini dapat menjadi sarana transfer pengetahuan, durasi yang terlalu panjang berisiko menjadikannya kedok untuk buruh murah.
Batasan Durasi yang Ideal
Karding menilai bahwa magang sebaiknya hanya berlangsung maksimal satu tahun. Menurutnya, jika durasi mencapai tiga tahun atau lebih, status peserta magang berubah menjadi pekerja murah, bukan lagi pelajar atau trainee. Hal ini mengacu pada sistem magang teknis Jepang yang bisa berlangsung hingga lima tahun dan memungkinkan peserta naik status menjadi pekerja terampil bersertifikat (SSW).
Tantangan Bahasa dan Kesejahteraan
Bagi banyak orang Indonesia di Jepang, kendala bahasa menjadi tantangan besar dalam mendapatkan upah dan perlakuan yang setara dengan pekerja lokal. Walaupun Jepang mengimbau perusahaan untuk memperlakukan pekerja asing setara, hambatan komunikasi sering membuat posisi tawar mereka lemah, termasuk dalam hal gaji dan fasilitas seperti asuransi kesehatan.
Target Jepang dan Peran Indonesia
Jepang menargetkan untuk merekrut 820.000 tenaga kerja asing dengan visa SSW pada tahun 2029. Berdasarkan data, sekitar 10.181 orang Indonesia di Jepang telah bekerja di sektor konstruksi, perhotelan, hingga pertanian. Pemerintah Indonesia sendiri berupaya mengirim lebih banyak tenaga kerja, namun dengan perlindungan dan regulasi yang lebih baik.
Suara dari Dunia Usaha
Arsjad Rasjid dari Dewan Pengawas Indonesian Business Council (IBC) mendukung kekhawatiran Karding. Menurutnya, perbedaan gaji, kontrak, dan fasilitas antara peserta magang dengan pekerja penuh waktu menjadi alasan penting untuk meninjau ulang durasi dan kelanjutan program setelah masa pelatihan berakhir.
KAORI Newsline | Sumber











