Angka Bunuh Diri di Kalangan Remaja Putri Jepang Meningkat

0
bunuh diri kehidupan di jepang bunuh diri di jepang
Gambar hanyalah ilustrasi @ Sion Sono / Omega Project @ Sion Sono / Omega Project

Laporan terbaru menunjukkan sisi muram dari kehidupan di Jepang, khususnya bagi remaja putri. Untuk pertama kalinya dalam sejarah pencatatan, jumlah perempuan di bawah 20 tahun yang bunuh diri melampaui laki-laki. Pada 2024, tercatat 430 remaja putri mengakhiri hidupnya, sementara remaja putra berjumlah 370 kasus. Fakta ini menegaskan betapa seriusnya masalah kesehatan mental yang tengah dialami generasi muda.

Perubahan Drastis dalam Satu Dekade

Jika menengok 10 tahun ke belakang, gambarnya berbeda. Saat itu, angka bunuh diri pada remaja putri berada di 165 kasus, sementara remaja putra mencapai 373 kasus. Namun lima tahun terakhir menunjukkan tren naik tajam pada remaja putri, sedangkan angka pada remaja putra nyaris stagnan. Kondisi ini menggambarkan tekanan kehidupan di Jepang yang semakin berat bagi kelompok remaja perempuan.

Data Penunjang dari Lembaga Pemerintah

Data dari kementerian kesehatan dan kepolisian menunjukkan pola serupa, terutama pada siswa sekolah dasar, menengah pertama, dan menengah atas. Kasus bunuh diri dalam kelompok ini ikut meningkat, dan sekali lagi, angka tertinggi terlihat pada siswi sekolah. Situasi ini mengindikasikan adanya faktor khusus yang membuat remaja putri lebih rentan terhadap tekanan psikologis dalam rutinitas kehidupan di Jepang saat ini.

Buruknya Kesehatan Mental Remaja Perempuan

Menurut tim peneliti yang terdiri dari berbagai institusi, kesehatan mental remaja perempuan di seluruh dunia memang tengah memburuk, dan Jepang menjadi salah satu negara terdampak paling jelas. Studi internasional di 43 negara menunjukkan bahwa negara yang mendorong kesetaraan gender justru mengalami kesenjangan kesejahteraan mental yang lebih besar antara laki-laki dan perempuan. Hal ini dipicu tekanan ganda untuk memenuhi norma tradisional sekaligus meraih prestasi akademis dan sosial—sebuah dilema yang sangat terasa dalam kehidupan di Jepang.

Faktor Pemicu yang Semakin Kompleks

Peneliti mengungkap ada banyak faktor yang memperburuk kondisi ini: paparan negatif media sosial, eksploitasi seksual baik offline maupun online, keinginan berlebihan untuk tampil kurus, hingga pubertas yang datang lebih awal. Semua ini menciptakan beban emosional yang menumpuk dan semakin sulit ditangani dalam dinamika kehidupan di Jepang bagi remaja putri.

Seruan Mendesak untuk Aksi Nyata

Penerbitan hasil riset ini dalam jurnal Nature Human Behavior menjadi peringatan serius. Zui Narita, salah satu peneliti, menekankan perlunya kesadaran kolektif bahwa masalah ini tidak bisa dianggap remeh. Masyarakat perlu mulai mendengarkan suara remaja dan merumuskan langkah konkret berbasis pengalaman nyata mereka. Dengan meningkatnya tekanan dalam kehidupan di Jepang, kebutuhan akan dukungan psikologis yang lebih komprehensif menjadi semakin mendesak.

KAORI Newsline | Sumber

Pemberitahuan:  Artikel ini tidak bertujuan menginspirasi tindakan bunuh diri.

Pembaca yang memerlukan layanan konsultasi masalah kejiwaan, terlebih terbersit keinginan melakukan percobaan bunuh diri, jangan ragu bercerita, konsultasi atau memeriksakan diri ke psikiater/psikolog di rumah sakit yang memiliki fasilitas layanan kesehatan jiwa.

Berbagai saluran telah tersedia bagi pembaca untuk menghindari tindakan bunuh diri, salah satunya adalah menghubungi kesehatan jiwa di rumah sakit terdekat.

Tinggalkan komentar Anda

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses