Sejumlah guru di Jepang baru-baru ini mengeluarkan pernyataan darurat terkait maraknya slogan bernuansa diskriminatif seperti “Japanese First” yang sempat muncul pada pemilu Majelis Tinggi Juli lalu. Mereka khawatir istilah tersebut akan menular ke ruang kelas dan berdampak buruk pada kehidupan di Jepang, khususnya bagi anak-anak dengan latar belakang internasional.
Petisi Menolak Xenophobia
Melalui kelompok bernama Zengaikyo atau Dewan Nasional untuk Pendidikan Warga Asing di Jepang, para guru itu meluncurkan petisi online. Tujuannya jelas, yakni meminta dewan pendidikan di seluruh Jepang untuk menegaskan sikap anti-xenophobia serta memastikan semua anak dapat belajar dengan tenang tanpa merasa tersisih. Gerakan ini juga dianggap penting agar kehidupan di Jepang tetap terbuka dan ramah bagi semua kalangan.
Kasus Nyata di Lapangan
Atsushi Funachi, seorang guru SMA di Prefektur Kanagawa sekaligus ketua kelompok tersebut, menyebutkan bahwa kasus diskriminasi terhadap anak-anak berlatar belakang Korea pernah terjadi setelah peluncuran rudal Korea Utara. Ia menambahkan, anak-anak sekolah dasar sering tidak menyadari ketika mereka dilukai oleh ucapan teman sekelas, bahkan sulit menyampaikannya kepada orang tua. Menurutnya, hal ini memperlihatkan betapa rapuhnya kehidupan di Jepang bagi sebagian anak yang berasal dari keluarga internasional.
Ajakan untuk Sikap Tegas
Funachi menegaskan perlunya sekolah, guru, dan dewan pendidikan menunjukkan posisi tegas menolak xenophobia. Ia berharap langkah ini mampu memberikan contoh bahwa kehidupan di Jepang harus mengedepankan kesetaraan dan penghormatan terhadap perbedaan. Rencananya, tanda tangan dari petisi ini akan diserahkan ke dewan pendidikan di seluruh negeri sebelum akhir Agustus.
Data Anak Berkebutuhan Inklusif
Berdasarkan survei dasar sekolah dari Kementerian Pendidikan Jepang pada tahun fiskal 2024, tercatat setidaknya ada 150 ribu anak asing yang bersekolah di tingkat SD, SMP, dan SMA di Jepang. Angka ini diperkirakan lebih besar karena tidak termasuk anak-anak dengan kewarganegaraan Jepang yang memiliki orang tua asing. Kondisi ini semakin menegaskan bahwa kehidupan di Jepang memang sudah multikultural, sehingga perlindungan dari xenophobia menjadi hal yang mendesak.
KAORI Newsline | Sumber











